Seandainya, kini, aku satu sekolah denganmu, tak sekedipan mata pun akan kulewatkan untuk menatap jari manismu. Jari yang tampak seperti kunyit, yang berbuku-buku tanpa ada perdu yang melingkarinya. Aku senang memandangnya, sebab di sanalah kelak waktu akan berputar kembali menutup mataku.
Tak kusangka, sebentar lagi akan ada kereta kencana yang menjemputmu pergi ke negeri jauh. Tempat yang belum pernah kamu kunjungi. Di situ kamu akan tumbuh bersama bangunan-bangunan yang berlumut dan penuh karat.
Istana megah yang kamu bangun akan ada Yesus yang disalib. Bunda Maria yang terbuat dari semen putih. Anting dari bulu ayam yang berkilau ungu. Tetapi sayang, akan ada dua benda murahan yang akan mengusiknya, satu tas kanvas dengan gambar Kartini dan satu kotak pensil beserta isinya yang serba berwarna oranye.
Aku memohon untuk matahari tak lagi terbit esok. Langit mendadak terang benderang. Mataku silau oleh serbuan kata-kata. Lantas, aku melangkah dengan pelan. Takut tubuhku akan terluka oleh rimbunan tanaman berduri di sekitarku. Sebatang Kretek kunyalakan. Mataku menatap sebuah kotak kaca yang berisi satu kucing berwarna kuning keemasan seolah memanggil-manggilku dari kejauhan. Bunyi tangannya seperti detak jam dinding yang menyeramkan.
Ada bayangan lelaki muncul, turun dari kereta kencana. Menculikmu! Tubuhku tertindih gunung Merapi. Hujan deras di sekitar wajahku. Punggungku retak, bahkan hancur lebur dan tersapu angin puting beliung. Leherku patah. Mataku berkabut, dan terlihat sepenggal pelangi yang megah di atas kepalamu.
Jogja, 4 Februari 2014
Saat semua terlelap, kita dalam pusaran udara pagi yang sejuk
0 comments:
Post a Comment