Terima Kasih Tembakau




Friday, May 31, 2013
"Terima Kasih Tembakau"
Digital Art
662 x 720 pixel
2013 


"Terima Kasih Tembakau"
Digital Art
768 x 770 pixel
2013 

Deskripsi :

Gabungan massa dari Komunitas Kretek, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Paguyuban Pedagang Asongan Jabotabek, dan berbagai elemen masyarakat lainnya serempak menolak diperingatinya Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh 31 Mei lalu.

Gabungan massa tersebut melakukan aksi di tujuh kota secara bersamaan. Tujuh kota tersebut meliputi Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Makassar, Jember, Surabaya dan Medan. Adapun tuntutan mereka yakni menolak hari anti tembakau dan menolak Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif pada Produk Tembakau bagi Kesehatan. Slogan yang dipakai dalam aksi ini adalah Terimakasih Tembakau.

Di Jakarta, Paguyuban pedagang asongan se-Jabodetabek bersama Komunitas Kretek berunjuk rasa di Bunderan Hotel Indonesia. Menurut Komunitas Kretek Jakarta, kampanye Hari Tanpa Tembakau Sedunia merupakan agenda pertarungan global antara perusahaan multi nasional farmasi dan perusahaan multi national rokok dunia. Di tahun 2012 saja nilai pasar tembakau global mencapai 464,4 milyar dolar AS, atau hampir tiga kali lipat APBN Indonesia. Kontribusi cukai rokok yang masuk kas negara pada tahun 2012 mencapai 84 trilyun rupiah, mengalahkan setoran PT Freeport kepada Pemerintah yang hanya sebesar 955,6 juta dolar AS (9 trilyun rupiah) di tahun yang sama.

Hal senada juga terjadi di Yogyakarta. Komunitas Kretek yang didukung oleh petani tembakau di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan aksi budaya di Perempatan Tugu Jogja. Dengan mengusung tema “Terima Kasih Tembakau”, Komunitas Kretek mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi persoalan tembakau demi kemandirian ekonomi dan kedaulatan bangsa. Aksi budaya ini juga digelar untuk menolak gerakan anti-tembakau yang ditunggangi oleh kepentingan ekonomi politik negara asing yang berkedok isu-isu kesehatan.

Gerakan yang sama dilakukan Komunitas Kretek Semarang. Mereka menggelar demonstrasi mendukung tembakau di eks-videotron Jalan Pahlawan. Dalam aksinya Komunitas Keretek mendukung keberadaan tembakau lokal indonesia yang banyak memberi manfaat dan tidak hanya sisi negatif saja. Mereka juga mempertanyakan peringatan hari tanpa tembakau yang dicanangkan World Health Organization (WHO). Pasalnya, selama ini WHO tidak pernah menunjukkan hasil penelitian resmi bahaya rokok kepada dunia. Oleh lembaga kesehatan dunia ini, bahaya tembakau dibesar-besarkan. Semuanya bukan dalam rangka kejujuran ilmiah, melainkan atas nama kepentingan.

Di Makassar, enam lembaga swadaya yang bergabung dengan Komunitas Kretek Makassar juga menggelar aksi penolakan Hari Anti-Tembakau Sedunia. Mereka membentangkan spanduk berisi tanda tangan dukungan di bawah jembatan layang Jalan Urip Sumoharjo. Mereka kemudian berkonvoi menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar untuk bertukar pendapat dengan panitia khusus penggodok kawasan bebas asap rokok.

Menurut mereka, pengusung ide kawasan bebas asap rokok mesti mengetahui etika para perokok. Pasalnya, regulasi yang dibuat DPRD belum sesuai dengan kajian budaya dan infrastruktur yang memungkinkan untuk kawasan bebas rokok. Aksi hampir serupa dilakukan warga Jember di bundaran Jalan Kalimantan depan gedung DPRD Jember. Komunitas Kretek bersama pegiat kesenian Kabupaten Jember melakukan aksi terima kasih petani dan tanaman tembakau karena selama bertahun-tahun tanaman tembakau di berbagai daerah mampu menghidupi sekitar 2,1 juta petani. Lalu, ada sekitar 6,1 juta pekerja di industri pengolahan tembakau seperti pabrik rokok. Selain membagikan pernyataan sikap dan selebaran berisi ucapan terima kasih kepada petani dan tanaman tembakau, mereka juga menampilkan tari La Bako. Tarian La Bako diciptakan seniman Bagong Kussudiardjo sebagai tarian khas Kabupaten Jember yang dikenal sebagai Kota Tembakau.

Sementara, sejumlah massa yang tergabung dalam Komunitas Kretek Surabaya melihat adanya peringatan hari tanpa tembakau se-Dunia yang sarat kepentingan asing. Unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo Surabaya ini juga diisi dengan aksi teaterikal yang mengisahkan tentang mekanisme bagaimana kehidupan petani tembakau yang masih memprihatinkan. Di satu sisi, pengusaha-pengusaha asing dengan mudahnya mengakuisisi serta mengendalikan tembakau internasional.

Aksi yang sama dilakukan Komunitas Kretek Medan di depan Kantor Pos Medan. Pemilihan lokasi aksi didasari sejarah pendirian kantor Pos Medan yang latar belakangnya dibangun dari hasil tembakau. Dalam aksinya, mereka menyerukan ucapan terimakasih kepada tembakau, khususnya pada tembakau Deli yang masih menjadi produk primadona. Tembakau kebanggaan Sumatera Utara itu bahkan masih dieksport ke Kuba, untuk pembuatan cerutu.

Dari berbagai aksi di tujuh kota itu, Komunitas Kretek melihat tembakau tidak dari sisi kesehatan saja, melainkan adanya kepentingan antara Multi National Corporation farmasi dan Multi National Corporation rokok yang sedang bertarung memperebutkan pasar tembakau global yang nilainya sangat besar. Tahun 2012 saja nilai pasar tembakau mencapai 464,4 miliar dolar AS atau sekitar tiga kali lipat APBN Indonesia.

Komunitas Kretek selain menyerukan slogan Terimakasih Tembakau juga menyerukan penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 sebagai regulasi pengendalian tembakau yang dinilai akan menguntungkan kepentingan asing, menuntut adanya regulasi pertembakauan yang melindungi industri tembakau atau kretek nasional, dan menyerukan supaya masyarakat lebih kritis menyikapi persoalan tembakau demi kemandirian ekonomi dan kedaulatan nasional.

Sumber tulisan : Membunuh Indonesia

0 comments:

Post a Comment

 

Aku

Powered by Blogger.

Jantan Putra Bangsa adalah seorang Pecinta Kampung, Kretek, Jamu, Rempah, Kopi dan Seluruh Kekayaan Alam Nusantara. Meluapkan kecintaannya itu melalui kata-kata, tulisan, dan kesenian. Bisa dihubungi melalui jejaring social Instagram @Jantanpb maupun melalui surat elektronik jantanmail@gmail.com

Copyright © 2015 • Jantan Putra Bangsa